Hi, selamat siang, di kesempatan akan dibahas mengenai kebudayaan indonesia bali Suku Bali - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas simak selengkapnya
Suku Bali (bahasa Bali: Anak Bali, Wong Bali, alias Krama Bali) adalah suku bangsa mayoritas di pulau Bali, yang memanfaatkan bahasa Bali dengan mengikuti budaya Bali. Menurut produk Sensus Penduduk 2010, sedia kurang bertambah 3,9 juta anak buah Bali di Indonesia.[1] Sekitar 3,3 juta anak buah Bali bercokol di Provinsi Bali dengan sisanya terdapat di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Lampung, Bengkulu dengan daerah penempatan transmigrasi akar Bali lainnya.[2]
Asal usul[sunting | sunting sumber]
Asal ajakan suku Bali terbelah ke dalam tiga periode alias aliran migrasi: aliran pertama berlaku sebagai akhir dari persebaran penduduk yang berlaku di Nusantara selama zaman prasejarah; aliran kedua berlaku secara perlahan selama masa perkembangan akidah Hindu di Nusantara; aliran ketiga melambangkan aliran terakhir yang berakar dari Jawa, ketika Majapahit runtuh atas abad ke-15—seiring dengan Islamisasi yang berlaku di Jawa—sejumlah rakyat Majapahit memilih untuk melestarikan kebudayaannya di Bali, sehingga melatih sinkretisme antara kebudayaan Jawa klasik dengan budaya asli Bali.
Kebudayaan[sunting | sunting sumber]
Kebudayaan Bali beken akan keterampilan tari, keterampilan pertujukan, dengan keterampilan ukirnya. Covarrubias mengamati bahwa setiap anak buah Bali layak disebut sebagai seniman, alasan sedia beragam acara keterampilan yang boleh membayangkan lakukan—lepas dari kesibukannya sebagai petani, pedagang, kuli, sopir, dengan sebagainya—mulai dari menari, bermain musik, melukis, memahat, menyanyi, engat bermain lakon. Dalam suatu desa yang bobrok sekalipun boleh dijumpai sebuah pura yang indah, anggota gamelan andal, dengan bahkan aktor berbakat. Bahkan jamuan yang dibuat wanita Bali memegang sisi artistik atas jalinan basi daun kelapa dengan lembaran buah-buahan yang rapi dengan menjulang. Menurut Covarrubias, seniman Bali adalah perajin amatir, yang melancarkan acara keterampilan sebagai bentuk persembahan, dengan tidak peduli apakah namanya akan dikenang alias tidak. Seniman Bali lagi melambangkan peniru yang baik, sehingga sedia bandar yang didekorasi dengan pahatan menyamai dewa antik Tionghoa, alias dihiasi relief (alat) angkutan bermotor, yang membayangkan misal dari akbar asing.
Gamelan melambangkan bentuk keterampilan nada yang fundamental dalam beragam acara konservatif bangsa Bali. Setiap model nada disesuaikan dengan acaranya. Musik untuk piodalan (hari jadi) berlainan dengan nada pengiring acara metatah (mengasah gigi), demikian pula pernikahan, ngaben, melasti, dengan sebagainya. Gamelan yang beragam cegak juga disesuaikan dengan beragam model dansa yang sedia di Bali. Menurut Spies, keterampilan dansa melahirkan genap kehidupan bangsa Bali sekalian jadi elemen penting dalam serangkaian upacara budaya atau badan yang tidak sedia habisnya.
Sebagaimana di Jawa, bangsa Bali lagi memahami pertunjukan wayang, tetapi dengan bentuk wayang yang bertambah menyamai anak Adam daripada wayang antik Jawa. Suku Bali lagi memegang aspek-aspek unik yang tercantel dengan budaya religius mereka. Kehidupan religius membayangkan melambangkan sinkretisme antara agama Hindu-Buddha dengan budaya Bali.
Kepercayaan[sunting | sunting sumber]
Sebagian besar bangsa Bali beribadat Hindu. Sebanyak 3,2 juta umat Hindu Indonesia bercokol di Bali,[1] dengan secuil besar beragama kepercayaan Hindu aliran Siwa-Buddha, sehingga berlainan dengan Hindu India.
Para pendeta dari India yang bepergian di Nusantara memperkenalkan sastra Hindu-Buddha kepada bangsa Bali berabad-abad yang lalu. Masyarakat menerimanya dengan mengkombinasikannya dengan mitologi pra-Hindu yang diyakini mereka.[9] Suku Bali yang menduga sedia sebelum aliran hijrah ketiga, dikenal sebagai Bali Aga, secuil besar beragama akidah berlainan dari bangsa Bali atas umumnya. Mereka mempertahankan budaya animisme.
Eksistensi kepercayaan bangsa Bali tak lepas dari aduk lengan serta dukungan negara Belanda, beberapa naturalist, elit Bali dengan bangsa bumi Belanda. Pemerintah kolonial melarang pendakwah beroperasi di Bali atas 1881. Pada 1924, misi Katolik Roma ke Bali ditolak golongan atas Bali dengan pegawai kolonial kondusif hal itu. Selain itu, pendakwah Protestan Belanda yang mau masuk ke Bali atas 1931 lagi ditentang.[10]
Tata cara penamaan[sunting | sunting sumber]
Suku Bali memegang cara tersendiri dalam menamai anak-anak mereka. Dengan penyebutan yang antik ini, bangsa Bali boleh dengan mudah mengetahui golongan dengan urutan lahir dari seseorang. Tidak jelas sejak kapan budaya amal nama dada ini mulai sedia di Bali. Menurut pakar linguistik dari Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Jendra, S.U. Nama dada itu pertama kali ditemukan muncul atas abad ke-14, yakni saat raja Gelgel, yang saat itu bergelar "Dalem Ketut Kresna Kepakisan", yang melambangkan anak keempat dari "Sri Kresna Kepakisan" yang dinobatkan oleh Mahapatih Majapahit, Gajah Mada, sebagai perpanjangan lengan Majapahit di Bali. "Dalem Ketut Kresna Kepakisan" akhirnya dilanjutkan oleh putranya, yakni "Dalem Ketut Ngulesir". Namun, Prof. Jendra belum boleh memastikan apakah budaya amal nama dada itu sebagai pengaruh Majapahit alias bukan. Tetapi, hal ini menduga jadi budaya di Bali dengan engat akhir abad ke-20, bangsa Bali juga masih menggunakannya.
Sistem Strata Sosial[sunting | sunting sumber]
Sistem kehidupan bangsa Bali disebut Wangsa berlainan dengan catur warna di veda, dinasti yaitu sistem familier yang diatur menurut baret keturunan. Meski saat ini tidak lagi diberlakukan secara bangka begitu juga atas masa lampau, tetapi dalam beberapa hal masih dipertahankan. Misalnya dalam budaya upacara budaya dengan pembauran masih dikenal disimilasi berdasarkan galur dinasti rumpun cikal bakal yang mengarah atas dinasti di masa lalu.
Sistem dinasti ini bermula atas abad XIV saat Kerajaan Bali ditundukkan oleh Majapahit. Pada mulanya dinasti ini dibuat dengan dimaksudkan untuk melainkan antara kaum penguasa akar Majapahit dari Jawa yang diberi kuasa memerintah di Bali dengan bangsa lokal taklukan. Mereka dengan keluarganya yang berakar dari Majapahit kendati berjumlah minoritas, tetapi ada penuh semua bab kehidupan bernegara. Mereka melatih sendiri kelas sosial kelas arah yang berpuncak atas Dinasti Kepakisan, yang berakar dari Majapahit.
Mereka menguasai seluruh pulau bali dengan membelah dominasi di antara mereka, para panglima dengan keturunannya. Para raja, bangsawan, pendeta, administrator Keraton, punggawa militer, aku Keraton, beserta ahli membayangkan yang berakar dari Jawa (Majapahit) menciptakan 3 kelas teratas untuk kalangan mereka.
- Untuk kalangan Pendeta dengan pemuka akidah diberikan domisili sebagai Brahmana.
- Untuk Raja, kaum bangsawan, petinggi kerajaan, dengan bala tentaranya diberikan berbagai-bagai Kesatria.
- Untuk para aku keraton, ahli-ahli pembuat senjata, para cendikiawan, dsb yang berakar dari Jawa diberikan berbagai-bagai Waisya.
- Sedangkan untuk bangsa Bali taklukan yang jumlahnya mayoritas tidak diberikan kedudukan. Mereka seberinda dimasukkan dalam kelas amat bawah di Bali dikenal dengan nama "Jaba". Hal inipun diberlakukan kepada dinasti rumpun ahli penguasa Bali kuno pra Majapahit dari Dinasti Warmadewa yang bercampur dalam bangsa Jaba setelah kematian dominasi mereka.
Sistem dinasti ini atas awalnya lagi dibuat sebagai alur donasi profesi yang berhak diturunkan kepada angkatan penerusnya dengan tidak boleh diambil oleh dinasti lainnya. Selain itu lagi berlaku dalam upacara keimanan bertemu domisili dinasti mereka, tercantel besar upacara dengan jumlah jamuan yang diwajibkan kepada mereka. Dalam praktiknya diberlakukan pula atas perkawinan, dimana wanita yang berakar dari tri dinasti menikahi pria dari jaba akan kematian hak wangsanya serta keturunannya. Begitu lagi kebalikannya kepada istri membayangkan ini diberikan hak naik Wangsa dengan upacara budaya atas Wangsa suaminya. Wanita yang menduga naik Wangsa karena pembauran ini akhirnya disebut Jero. Seluruh dinasti rumpun sah membayangkan berhak menyandang dinasti yang sama dengan ayahnya bertemu hukum Paternalistik.
Sistem dinasti ini masih kuat dipertahankan dalam Sistem penyebutan bangsa Bali. Mereka memberikan prefiks nama yang menunjukkan dinasti ahli mereka.[11][12]
Galeri[sunting | sunting sumber]
Catatan kaki[sunting | sunting sumber]
Wikimedia Commons memegang media melanda Suku Bali. |
- ^ a b c Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dengan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. ISBN 9789790644175.
- ^ http://www.joshuaproject.net/assets/prayer-cards/id/PrayerCards-Country-MY-id.pdf
- ^ Steve Lansing, Three Worlds of Bali. Praeger, 1983.
- ^ Hussein Abdulsalam, Sejarah Hindu Bali: Upaya Menuntut Pengakuan dari Negara, diakses tanggal 16 Juni 2019
- ^ Sadnyini, Ida Ayu, CASTE SYSTEM OF HINDU COMMUNITY IN BALI: HISTORICAL JURIDICAL PERSPECTIVE (PDF), diakses tanggal 2019-06-16
- ^ Sejarah Adanya Kasta di Bali, diakses tanggal 16 Juni 2019
Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]
- Vickers, Adrian (2012), Bali Tempo Doeloe, Jakarta: Komunitas Bambu, ISBN 978-602-9402-07-0
- de Zoete, Beryl; Spies, Walter (1938), Dance and Drama in Bali, London: Faber and Faber Ltd.
oke detil mengenai Suku Bali - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas semoga info ini bermanfaat salam
Artikel ini diposting pada label , tanggal 17-09-2019, di kutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bali