Recent Posts

BUDAYA POLITIK DI INDONESIA Kebudayaan Indonesia Cenderung Membagi Secara Tajam Antara Kelompok Elite

BUDAYA POLITIK DI INDONESIA

Hi, selamat malam, sesi kali ini akan dibahas tentang kebudayaan indonesia cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite BUDAYA POLITIK DI INDONESIA simak selengkapnya 

A. PENDAHULUAN

Kehidupan bani Adam di pada masyarakat, memiliki peranan penting pada sistem politik suatu negara. Manusia pada kedudukannya sebagai makhluk sosial, berkelaluan akan berhubung dengan bani Adam beda pada upaya mewujudkan hajat hidupnya. Kebutuhan hidup bani Adam tidak memadai yang bersifat dasar, bagai makan, minum, biologis, pakaian dengan rumah (rumah). Lebih dari itu, jua mencakup hajat akan aduan eksistensi awak dan penghargaan dari anak Adam beda pada bangun pujian, pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat, anggota suatu partai politik eksklusif dan sebagainya.

Setiap penduduk negara, pada kesehariannya dekat selalu bersentuhan dengan aspek-aspek politik efektif ayu yang bersimbol maupun tidak. Dalam cara pelaksanaannya bisa berlaku secara melantas atau tidak langsung dengan praktik-praktik politik. Jika secara tidak langsung, hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita akan afair politik yang terjadi. Dan jika seraca langsung, berfaedah anak Adam tersebut berpartisipasi dalam peristiwa politik tertentu.

Kehidupan politik yang merupakan belahan dari keseharian dalam korelasi menemani penduduk daerah dengan pemerintah, dengan institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal), menduga menghasilkan dengan membentuk variasi pendapat, adicita dengan pengetahuan akan praktik-praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh akibat itu, seringkali saya bisa memandang dan mengukur pengetahuan-pengetahuan, anggapan dengan gajak penduduk daerah terhadap negaranya, pemerintahnya, pemimpim politik dengan lai-lain.

Budaya politik, merupakan belahan dari kebudayaan masyarakat dengan identitas yang kian khas. Istilah budaya politik meliputi hal legitimasi, pengaturan kekuasaan, cara pembuatan kearifan pemerintah, kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, bersama gejolak bangsa akan kekuasaan yang me­merintah.

Kegiatan politik jua mencampuri dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dengan sosial, kehidupan awak dan sosial secara luas. Dengan demikian, budaya politik langsung merajai kehidupan politik dan menentukan dekrit dalam negeri yang menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat.

BUDAYA POLITIK DI INDONESIA

B. PENGERTIAN BUDAYA POLITIK

1.      Pengertian Umum Budaya Politik

Budaya politik merupakan sistem nilai dengan akidah yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, saban unsur masyarakat berparak kembali budaya politiknya, bagai antara bangsa am dengan para elitenya. Seperti jua di Indonesia, menurut Benedict R. O'G Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite dengan kelompok massa.

Almond dengan Verba mendefinisikan budaya politik sebagai suatu gajak adaptasi yang khas warga negara akan sistem politik dengan aneka ragam bagiannya, dengan gajak terhadap peranan penduduk daerah yang siap di pada sistem itu. Dengan kata lain, bagaimana distribusi pola-pola adaptasi khusus menuju alamat politik diantara masyarakat bangsa itu. Lebih jauh membayangkan menyatakan, bahwa penduduk daerah senantiasa mengidentifikasikan awak membayangkan dengan simbol-simbol dengan lembaga kenegaraan berdasarkan adaptasi yang membayangkan miliki. Dengan adaptasi itu kembali mereka menilai bersama mempertanyakan tempat dengan andil membayangkan di pada sistem politik.

Berikut ini adalah beberapa pengertian budaya politik yang bisa dijadikan sebagai pedoman buat lebih memahami secara teoritis sebagai beserta :

a.       Budaya politik adalah bagian politik dari nilai-nilai yang terjadi tempat pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dengan mitos. Kesemuanya dikenal dengan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional buat menolak atau meluluskan nilai-nilai dengan norma lain.

b.      Budaya politik bisa dilihat dari bagian doktrin dengan aspek generiknya. Yang pertama menekankan atas kandungan atau materi, seperti sosialisme, demokrasi, atau nasionalisme. Yang kedua (aspek generik) menganalisis bentuk, peranan, dengan ciri-ciri budaya politik, bagai militan, utopis, terbuka, atau tertutup.

c.       Hakikat dengan ciri budaya politik yang menyangkut hal nilai-nilai adalah prinsip alas yang melandasi suatu adicita hidup yang berhubungan dengan masalah tujuan.

d.      Bentuk budaya politik menyangkut sikap dengan norma, adalah gajak terbuka dengan tertutup, babak militansi seseorang akan anak Adam lain dalam pertalian masyarakat. Pola kepemimpinan (konformitas atau mendorong inisiatif kebebasan), gajak akan mobilitas (mempertahankan status quo atau men­dorong mobilitas), prioritas kearifan (menekankan perdagangan atau politik).

BUDAYA POLITIK DI INDONESIA

Dengan penafsiran budaya politik di atas, nampaknya membawa saya atas suatu interpretasi coret-coretan yang memadukan dobel babak orientasi politik, adalah sistem dengan individu. Dengan adaptasi yang bersifat individual ini, tidaklah berfaedah bahwa pada memedulikan sistem politiknya saya menganggap masyarakat akan cenderung bergerak ke arah individualisme. Jauh dari anggapan yang demikian, adicita ini memandang bagian individu pada adaptasi politik hanya sebagai aduan akan adanya anggai pada bangsa secara keseluruhan tidak bisa melancarkan awak dari adaptasi individual.

1.      Pengertian Budaya Politik Menurut Para Ahli

Terdapat berjibun sarjana ilmu politik yang menduga mengkaji tema budaya politik, sehingga terdapat variasi konsep akan budaya politik yang saya ketahui. Namun bila diamati dengan dikaji lebih jauh, akan derajat perbedaan coret-coretan tersebut tidaklah sejenis itu besar, sehingga tetap pada eka interpretasi dengan jumbai yang sama. Berikut ini merupakan penafsiran dari beberapa andal ilmu politik akan budaya politik.

a.      Rusadi Sumintapura

Budaya politik tidak beda adalah arketipe tingkah laku individu dengan orientasinya akan kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.

b.      Sidney Verba

Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dengan nilai-nilai yang menegaskan suatu posisi dimana tindakan politik dilakukan.

c.      Alan R. Ball

Budaya politik adalah suatu susunan yang terjadi dari sikap, kepercayaan, emosi dengan nilai-nilai bangsa yang berhubungan dengan sistem politik dengan isu-isu politik.

d.      Austin Ranney

Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan akan politik dengan rezim yang dipegang secara bersama-sama; sebentuk arketipe orientasi-orientasi akan objek-objek politik.

e.      Gabriel A. Almond dengan G. Bingham Powell, Jr.

Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dengan keterampilan yang berlaku alokasi seluruh populasi, juga kecenderungan dengan pola-pola khusus yang terdapat atas bagian-bagian tertentu dari populasi.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas (dalam arti am atau menurut para ahli), maka bisa ditarik beberapa batas ideal akan budaya politik sebagai beserta :

Pertama   : bahwa coret-coretan budaya politik kian mengedepankan aspek-aspek non-perilaku aktual berupa tindakan, tetapi kian menekankan atas berbagai perilaku non-aktual seperti   orientasi, sikap, nilai-nilai dengan kepercayaan-kepercayaan. Hal inilah yang menyebabkan   Gabriel A. Almond memedulikan bahwa budaya politik adalah dimensi intelektual dari    sebuah sistem politik yang jua memiliki andil penting berjalannya sebentuk sistem   politik.

Kedua      : hal-hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik, artinya saban berbicara budaya politik maka tidak akan lepas dari pembicaraan sistem politik. Hal-hal yang diorientasikan pada sistem politik, adalah saban komponen-komponen yang terdiri dari komponen-komponen bangun dengan fungsi pada sistem politik. Seseorang akan memiliki adaptasi yang berparak akan sistem politik, dengan melihat pokok yang diorientasikan, apakah pada hierarki bangun politik, fungsi-fungsi dari bangun politik, dengan gabungan dari keduanya. Misal orientasi politik akan lembaga politik akan lembaga legislatif, eksekutif dengan sebagainya.

Ketiga      : budaya politik merupakan elaborasi ideal yang menggambarkan komponen-komponen budaya politik pada hierarki masif (dalam kuantitas besar), atau mendeskripsikan bangsa di suatu daerah atau wilayah, bukan per-individu. Hal ini berkaitan  dengan pemahaman, bahwa budaya politik merupakan refleksi perilaku penduduk daerah secara massal yang memiliki peran besar bagi terciptanya sistem politik yang ideal.

1.      Komponen-Komponen Budaya Politik

Seperti dikatakan oleh Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr., bahwa budaya politik merupakan dimensi intelektual pada suatu sistem politik. Maksud dari pernyataan ini menurut Ranney, adalah akibat budaya politik jadi eka lingkungan psikologis, alokasi terselenggaranya konflik-konflik politik (dinamika politik) dan terjadinya cara pembuatan kearifan politik. Sebagai suatu lingkungan psikologis, maka komponen-komponen berisikan unsur-unsur psikis pada diri masyarakat yang terkategori jadi beberapa unsur.

Menurut Ranney, terdapat dobel anggota elementer dari budaya politik, adalah adaptasi psikologis (cognitive orientations) dengan orientasi afektif (affective oreintatations). Sementara itu, Almond dengan Verba dengan kian ensiklopedis mengacu atas barang apa yang dirumuskan Parsons dengan Shils tentang klasifikasi tipe-tipe orientasi, bahwa budaya politik mengandung tiga komponen obyek politik sebagai berikut.

Orientasi kognitif      :  adalah berupa pengetahuan akan dengan kepercayaan atas politik, andil dengan segala kewajibannya bersama input dengan outputnya.

Orientasi afektif       : adalah anggapan akan sistem politik, peranannya, para aktor dengan pe-nampilannya.

Orientasi evaluatif    : adalah dekrit dengan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara biasa melibatkan cagak nilai dengan kriteria dengan informasi dengan perasaan.

C.          TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK

1.      Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan

Pada daerah yang memiliki sistem ekonomi dengan teknologi yang kompleks, desak kerja sama yang luas buat memper­padukan dana dengan keterampilan. Jiwa kerja sama bisa diukur dari gajak anak Adam terhadap anak Adam lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki kecenderungan gajak ”militan” atau sifat ”tolerasi”.

a.       Budaya Politik Militan

Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari pilihan yang terbaik, lamun dipandang sebagai usaha bangor dengan menantang. Bila berlaku kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dengan hal yang mempribadi selalu sensitif dengan membakar emosi.

b.      Budaya Politik Toleransi

Budaya politik dimana ajaran berpusat atas masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari kesepakatan yang wajar yang mana berkelaluan membuka pintu buat bekerja sama. Sikap netral atau peka akan ide orang, tetapi bukan curiga akan orang.

Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu bisa men­ciptakan kegawatan dengan menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menangkup jalan alokasi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan arwah tolerasi dekat berkelaluan mengakibatkan kerja sama. Berdasarkan gajak akan tradisi dan perubahan. Budaya Politik terpecah tempat :

a.      Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut

Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang despotis memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap berkelaluan sempurna dan tak bisa diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah penggalakan dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memasrahkan afeksi atas apa yang berpadanan dengan mentalnya dengan melawan atau melantas hal-hal yang baru atau yang berlainan (bertentangan). Budaya politik yang bernada despotis bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat peka akan tradisi, bahkan hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi berkelaluan dipertahankan dengan segala amal dengan keburukan. Kesetiaan yang absolut akan tradisi tidak mengharuskan pertumbuhan unsur baru.

b.      Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif

Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dengan siap meluluskan apa sahaja yang dianggap berharga. Ia dapat melancarkan bingkai tradisi, peka akan diri sendiri, dengan bersedia menilai kembali tradisi berasas jalan masa kini.

Tipe despotis dari budaya politik sering menganggap alterasi sebagai suatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyim­pangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya sebagai alpa satu hal buat dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dengan pemecahan yang kian sempurna.

1.      Berdasarkan Orientasi Politiknya

Realitas yang ditemukan pada budaya politik, ternyata memiliki beberapa variasi. Berdasarkan adaptasi politik yang dicirikan dengan karakter-karakter pada budaya politik, maka saban sistem politik akan memiliki budaya politik yang berbeda. Perbedaan ini terwujud dalam tipe-tipe yang siap pada budaya politik yang saban contoh memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Dari aktualitas budaya politik yang berkembang di pada masyarakat, Gabriel Almond  mengklasifikasikan budaya politik sebagai beserta :

a.       Budaya politik parokial (parochial political culture), yaitu babak partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya babak didikan relatif rendah).

b.      Budaya politik kaula (subyek political culture), yaitu bangsa bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya) lamun sedang bersifat pasif.

c.       Budaya politik partisipan (participant political culture), yaitu budaya politik yang ditandai dengan kebangkitan politik sangat tinggi.

Dalam kehidupan masyarakat, tidak menutup kebolehjadian bahwa terbentuknya budaya politik merupakan gabungan dari ketiga klasifikasi tersebut di atas. Tentang klasifikasi budaya politik di dalam bangsa kian lanjut adalah sebagai berikut.

No

Budaya Politik

Uraian / Keterangan

1.

Parokial

a.       Frekuensi orientasi akan sistem sebagai obyek umum, obyek-obyek input, obyek-obyek output, dengan awak sebagai partisipan berperan arah-arah nol.

b.      Tidak terdapat peran-peran politik yang khusus pada masyarakat.

c.       Orientasi parokial menyatakan alpanya harapan-harapan akan alterasi yang komparatif yang diinisiasikan oleh sistem politik.

d.      Kaum kerdil tidak memimpikan apapun dari sistem politik.

e.       Parokialisme murni berlangsung pada sistem konvensional kuno yang kian sederhana dimana spesialisasi politik berada atas tangga sangat minim.

f.        Parokialisme pada sistem politik yang diferensiatif kian bersifat afektif dengan normatif dari pada kognitif.

2.

Subyek/Kaula

a.       Terdapat frekuensi adaptasi politik yang tinggi akan sistem politik yang diferensiatif dan bagian output dari sistem itu, lamun saluran adaptasi akan obyek-obyek input secara khusus, dengan akan awak sebagai partisipan yang aktif arah-arah nol.

b.      Para poin menyadari akan daulat pemerintah

c.       Hubungannya terhadap sistem plitik secara umum, dengan akan output, administratif secara esensial merupakan jalinan yang pasif.

d.      Sering bangun di dalam bangsa di mana tidak terdapat bangun input yang terdiferensiansikan.

e.       Orientasi poin lebih bersifat afektif dengan normatif daripada kognitif.

3.

Partisipan

a.       Frekuensi orientasi politik sistem sebagai obyek umum, obyek-obyek input, output, dengan awak sebagai partisipan berperan arah-arah satu.

b.      Bentuk kultur dimana anggota-anggota bangsa cenderung diorientasikan secara eksplisit akan sistem politik secara ensiklopedis dengan akan bangun dengan cara politik serta administratif (aspek input dengan output sistem politik)

c.       Anggota masyarakat partisipatif akan obyek politik

d.      Masyarakat berperan sebagai aktivis.

Kondisi bangsa pada budaya politik partisipan  mengerti bahwa membayangkan berstatus penduduk daerah dan memberikan afeksi akan sistem politik. Mereka memiliki kebanggaan terhadap sistem politik dengan memiliki kemauan buat membicarakan hal tersebut. Mereka memiliki akidah bahwa membayangkan bisa merajai pengutipan kebijakan publik pada beberapa derajat dengan memiliki kemauan buat mengorganisasikan diri pada kelompok-kelompok protes bila terdapat praktik-praktik pemerintahan yang tidak fair.

Budaya politik partisipan merupakan lahan yang arketipe alokasi tumbuh suburnya demokrasi. Hal ini dikarenakan terjadinya harmonisasi jalinan penduduk daerah dengan pemerintah, yang ditunjukan oleh tingkat kebolehan politik, adalah menyelesaikan benda hal secara politik, dan tingkat efficacy atau keberdayaan, akibat membayangkan menganggap memiliki setidaknya kekuatan politik yang ditunjukan oleh penduduk negara. Oleh akibat itu mereka menganggap perlu buat berpartisipasi pada cara pemilu dengan mempercayai perlunya keterlibatan pada politik. Selain itu penduduk daerah berperan sebagai individu yang berperan pada bangsa secara sukarela, akibat adanya berbalas-balasan percaya (trust) antar penduduk negara. Oleh akibat itu pada kondisi politik, contoh budaya ini merupakan ihwal arketipe alokasi bangsa secara politik.

Budaya Politik poin lebih rendah eka derajat dari budaya politikpartisipan. Masyarakat pada contoh budaya ini tetap memiliki pemahaman yang sama sebagai penduduk daerah dengan memiliki afeksi akan sistem politik, lamun keikutsertaan membayangkan pada cara yang kian pasif. Mereka tetap mengikuti berita-berita politik, lamun tidak angkuh akan sistem politik negaranya dengan anggapan komitmen emosionalnya kecil akan negara. Mereka akan merasa tidak adem bila membincangkan masalah-masalah politik.

Demokrasi sulit buat berkembang dalam bangsa dengan budaya politik subyek, akibat masing-masing warga negaranya tidak aktif. Perasaan berpengaruh akan cara politik muncul bila mereka menduga melaksanakan komunikasi dengan pejabat lokal. Selain itu membayangkan juga memiliki kebolehan politik dengan keberdayaan politik yang rendah, sehingga sangat sukar buat memimpikan artisipasi politik yang tinggi, agar terciptanya operasi dominasi akan berjalannya sistem politik.

Budaya Politik kerdil merupakan contoh budaya politik yang paling rendah, yang didalamnya bangsa apalagi tidak merasakan bahwa mereka adalah penduduk daerah dari suatu negara, membayangkan kian mengidentifikasikan dirinya pada anggapan lokalitas. Tidak terdapat kebanggaan akan sistem politik tersebut. Mereka tidak memiliki afeksi akan barang apa yang berlaku dalam sistem politik, pengetahuannya kurang akan sistem politik, dengan jarang membicarakan masalah-masalah politik.

Budaya politik ini juga mengindikasikan bahwa masyarakatnya tidak memiliki minat atau kapabilitas untuk berpartisipasi pada politik. Perasaan kebolehan politik dengan keberdayaan politik otomatis tidak muncul, saat beradu kening dengan institusi-institusi politik. Oleh akibat itu terdapat kesulitan buat mencoba membangun demokrasi dalam budaya politik parokial, hanya bisa bila terdapat institusi-institusi dan perasaan kewarganegaraan baru. Budaya politik ini bisa dtemukan dalam masyarakat suku-suku di negara-negara belum maju, bagai di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.

Namun pada kenyataan tidak ada satupun daerah yang memiliki budaya politik bersih partisipan, pariokal atau subyek. Melainkan terdapat alterasi campuran di antara ketiga tipe-tipe tersebut, ketiganya menurut Almond dengan Verba tervariasi ke dalam tiga bangun budaya politik, adalah :

a.       Budaya politik subyek-parokial (the parochial- subject culture)

b.      Budaya politik subyek-partisipan (the subject-participant culture)

c.       Budaya politik parokial-partisipan (the parochial-participant culture)

Berdasarkan penggolongan atau bentuk-bentuk budaya politik di atas, bisa dibagi pada tiga model kebudayaan politik sebagai beserta :

Model-Model Kebudayaan Politik

Demokratik Industrial

Sistem Otoriter

Demokratis Pra Industrial

Dalam sistem ini memadai banyak aktivis politik buat menjamin adanya kompetisi partai-partai poli-tik dan kehadiran pemberian suara yang besar.

Di aku kuantitas industrial dengan modernis sebagian kecil, biarpun terdapat badan politik dan partisipan politik bagai mahasiswa, kaum in-telektual dengan tindakan persuasif menentang sis-tem yang ada, lamun seba-gian besar jumlah bala tentara hanya jadi poin yang pasif.

Dalam sistem ini hanya terdapat kurang banget parti-sipan dengan kurang kembali keter-libatannya dalam peme-rintahan

Pola kepemimpinan sebagai belahan dari budaya politik, menuntut konformitas atau mendorong aktivitas. Di daerah berkembang seperti Indonesia, pemerintah diharapkan makin besar peranannya pada ekspansi di seluruh bidang. Dari sudut penguasa, konformitas menyangkut tuntutan atau harapan akan dukungan dari rakyat. Modifikasi atau kompromi tidak diharapkan, lagi pula kritik. Jika pemimpin itu menganggap dia penting, maka beliau desak bala tentara menunjuk­kan kesetiaannya yang tinggi. Akan tetapi, siap kembali elite yang menyadari inisiatif rakyat yang memastikan babak pembangunan, maka elite itu sedang mengembang­kan arketipe kepemimpinan inisiatif rakyat dengan tidak memasung kebebasan.

Suatu rezim yang awet dengan disertai kepasifan yang awet dari rakyat, biasanya mempunyai budaya politik bersifat ajaran politik, yaitu politik dikembang­kan berdasarkan ciri-ciri ajaran yang cenderung mengatur secara ketat saban anggota masyarakat. Budaya tersebut merupakan usaha percampuran politik dengan identitas keagamaan yang dominan pada bangsa konvensional kuno di daerah yang baru berkembang.

David Apter memberi kisah akan kondisi politik yang membangkitkan suatu agama politik di suatu masyarakat, adalah ihwal politik yang terlalu sentralistis dengan peranan birokrasi atau militer yang terlalu kuat. Budaya politik para elite berasas budaya politik ajaran tersebut bisa mendorong atau menghambat pembangunan karena massa bala tentara harus menepatkan awak atas kebijaksanaan para elite politik.

Sekian penjelasan perihal BUDAYA POLITIK DI INDONESIA semoga tulisan ini menambah wawasan salam

tulisan ini diposting pada tag , tanggal 17-09-2019, di kutip dari http://indraachmadi.blogspot.com/2012/04/budaya-politik-di-indonesia.html

Disqus Comments

Popular Post